Bukan Sekedar Melepas:Seni Orang Tua Dalam Menemani Perjuangan Anak Di Pesantren

Bukan Sekedar Melepas:Seni Orang Tua Dalam Menemani Perjuangan Anak Di Pesantren

by:Pajrinhusni

Menitipkan anak ke pesantren bukan sekadar perkara melepaskan raganya dari rumah, melainkan sebuah keputusan besar yang mencakup masa depan, akidah, dan karakter anak. Di pesantren, tersimpan perjuangan sunyi para santri dalam menuntut ilmu dan memperbaiki diri. Namun, di balik itu semua, ada peran orang tua yang sering kali luput dari sorotan: peran sebagai pendamping, penyemangat, dan penopang doa dari perpisahan.

Menjadi orang tua santri adalah seni tersendiri, seni dalam memahami perubahan anak, seni dalam mengelola kerinduan, dan seni dalam membangun komunikasi serta harapan yang tak putus-putusnya.

 Artikel ini mencoba mengurai bagaimana seharusnya orang tua tidak hanya ‘ melepaskan ‘, tetapi juga ‘menemani’ perjuangan anak di pesantren, baik secara emosional, spiritual, maupun moral. Sejatinya, kesuksesan anak di pesantren bukan hanya ditentukan oleh lembaga program, tapi juga oleh sinergi yang kuat antara rumah dan pesantren.

pesantren terbaik di bandung

 

Berikut ini beberapa kiat orang tua dalam mensuport anak di pesantren

1. Niat dan Doa yang Tulus

Segala hal yang diniatkan karena Allah akan bernilai ibadah. Termasuk ketika orang tua menyekolahkan anak ke pesantren, bermaksud untuk mencari ridha Allah dan menjadikan anak sebagai penjaga agama.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Sejujurnya amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan…”  (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam Ibnul Qayyim menyatakan bahwa doa orang tua adalah “salah satu sebab terbesar terbukanya pintu-pintu keberkahan bagi anak.”

Maka selain niat tulus dalam memondokkan anak di pesantren, orang tua juga harus selalu mendokan putra putri mereka dari rumah. Karena doa-doa tulus orang tua untuk anak-anak mereka insyaallah Allah ijabahi.

2. Bangun Komunikasi yang Hangat

Anak-anak di pesantren sering merasa kesepian di awal. Komunikasi yang baik dari orang tua dapat menjadi penyejuk hati. Tanyakan kabar, beri semangat, dan jangan bertanya dengan nada negatif seperti, “Kamu kuat nggak? Ingin pulang?”

Allah Ta’ala berfirman,

“Dan ucapkanlah kepada manusia kata-kata yang baik.”  (QS. Al-Baqarah : 83)

Imam Al-Ghazali dalam  Ihya Ulumuddin  menekankan pentingnya memilih kata-kata yang lembut dan mendidik, karena kata-kata adalah jalan masuk ke hati. Jangan ceritakan semua kondisi rumah kepada anak, bahkan permasalahan yang ada di rumah, hal tersebut seringnya membuat anak tidak fokus di pesantren, rahanya ada di pesantren tapi pikirannya tidak, ia ikut memikirkan masalah-masalaj yang ada di rumah serta merasa cemah.

3. Tidak Ada Rasa Bangga dan Apresiasi

Anak akan lebih bersemangat jika diakui merasa perjuangannya. Kebangkitan orang tua atas perjuangannya yang tidak mudah.

Allah Ta’ala berfirman

Terima kasih Tuhanmu, maka hendaklah engkau menyebut-nyebut (dengan mensyukurinya).”  (QS.Adz-Dhuha : 11)

Hasan al-Bashri berkata“Tunjukkan kegembiraanmu atas kebaikan orang lain, maka hati akan semakin kokoh.”

Apresiasi merupakan salah satu wasilah utama dalam mensuport anak, sedikit banyak perkembangan hafalan atau pembelajaran harus disyukuri dan di suport bukan malah ditekan dan dibandingkan-bandingkan dengan santri lainnya.

4. Pesantren Pahami Dinamika Dunia

Orang tua perlu tahu dunia anaknya agar bisa memberi dukungan yang sesuai. Jangan sampai memberi tekanan karena tidak tahu tantangan harian anak di pesantren.

Allah Ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
(QS. At-Tahrim : 6)

Umar bin Khattab berkata,  “Ajari anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman yang berbeda dari kalian.”

Diantara cara membuat anak nyaman dipesantren adalah, sampaikan kepada musyrfinya terkait kebiasaan sang anak, misal sang anak mudah dibangunkan tidur bula dipijat kakinya, sang anak suka bila diberi tantangan persaingan dengan teman-temannya, sang anak tidak suka dibandingkan-bandingkan. hal-hal semisal ini bisa disampaikan kepada musyrif pengampunya agar dalam lebih maksimal dalam membersamai ananda,

5. Jangan Bandingkan Anak

Setiap anak memiliki keunikan dan fase perkembangan yang berbeda-beda. Membandingkan anak hanya akan menumbuhkan rasa rendah diri atau benci terhadap prosesnya.

Allah Ta’ala berfirman,

تَتَمَنَّوْا۟ مَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بِهِۦ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ 

“…Janganlah kamu iri terhadap apa yang Allah karuniakan kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain.”  (QS. An-Nisa : 32)

Imam Ibnu Hazm:  “Orang tua yang membandingkan anak, ibarat tukang kebun yang menuntut semua tanamannya tumbuh dengan bentuk dan tinggi yang sama.”

Setiap anak adalah anugrah dari Allah, dan setiap mereka memliki kelebihan masing-masing, sangat tidak adail ketika orang tua menginingkan anaknya selalu sama dengan anak-anak lainnya.

6. Berikan Kesempatan Curhat Tanpa Menghakimi

Jadilah pendengar yang sabar dan penuh kasih, bukan penghakim. Kadang anak hanya ingin didengarkan, bukan diadili.

Allah Ta’ala berfirman,

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) keindahan dan takwa.”  (QS. Al-Ma’idah : 2)

Sebaik-baik orang tua adalah yang bisa menjadi telinga dan hati bagi anaknya, mendengarkan kisah dan curhat anak dengan tulus, kemudian berkan dukungan dan soluli-solusi yang baik, dan tentunya tidak bertentangan dengan tujuan pesantren atau peraturan yang ada di pesantren.

7. Diperkuat dengan Kisah-Kisah Inspiratif

Kisah para ulama, sahabat, dan hafidz Qur’an bisa menambah semangat anak. Ceritakan bagaimana Imam Syafi’i belajar di usia muda, atau bagaimana Imam Ahmad bin Hanbal diuji dalam mencari ilmu.

Allah Ta’ala berfirman,

لَقَدْ كَانَ فِى قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal.”  (QS.Yusuf : 111)

Ibnul Jauzi berkata dalam  Shifatus Shafwah “Kisah orang-orang salih itu adalah bahan bakar semangat jiwa.”

Orang tua yang membeli bisakan buku-buku kisah ulama terdahulu dalam menuntut ilmu, kisah-kisah inspirasi dalam buku seringkali dalam meningkatkan kembali semangat anak ketika luntur danfutur.

8. Kunjungi dengan Niat Menguatkan

Kunjungan orang tua bisa menjadi vitamin batin bagi anak. Namun jika disertai kesedihan yang berlebihan, bisa menjadi bumerang. Menampilkan sikap tegar dan dukungan yang kokoh.

Allah Ta’ala berfirman,

“Janganlah kamu menyampaikan pesan lemah, dan jangan pula bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang-orang beriman.”  (QS. Ali Imran : 139)

Salah satu bentuk cinta adalah kekuatan di hadapan orang yang kita cintai, agar ia tidak rapuh.

9. Memperhatikan Kebutuhan Fisik dan Emosional

Bekali anak dengan kebutuhan yang cukup, tidak berlebihan. Pendidikan pesantren mengajarkan kesederhanaan. Orang tua yang bijaksana menyeimbangkan antara kebutuhan fisik dan rohani anak.

Allah Ta’ala berfirman,

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia.”  (QS. Al-Qashash : 77)

Keseimbangan antara ruh dan jasad adalah kunci istiqamah. berikan kebutuhan anak secukupnya tidak berlebihan, baik itu makanan, uang jajan atau yan semisalnya

10. Sabar dan Tawakkal

Ingat, proses membentuk generasi berakhlak dan berilmu tidak instan. Sabar dan bertawakal kepada Allah adalah dua pilar utama dalam mendidik anak.

Allah Ta’ala berfirman,

وَٱصْبِرُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Dan bersabarlah; sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”  (QS. Al-Anfal : 46)

Ibnu Qudamah mengatakan,  “Sabar dalam mendidik anak adalah bagian dari sabar dalam jihad di jalan Allah.”

Semoga Bermanfaat

Daftar Pustaka
Sumber Primer
  • Al-Qur’an dan Terjemahannya. (Sumber utama untuk ayat-ayat yang dikutip, misalnya QS. Al-Baqarah: 83, QS. Adh-Dhuha: 11, dll.).
  • Imam Bukhari dan Imam Muslim.  Shahih al-Bukhari  dan  Shahih Muslim . (Sumber untuk hadis tentang niat: “Sejujurnya amal itu tergantung pada niatnya…”).
Kutipan Ulama/Referensi Sekunder (Ulama Klasik):
  • Al-Ghazali, Imam Abu Hamid.  Ihya Ulumuddin  (Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama). (Dikutip terkait pentingnya memilih kata-kata yang lembut).
  • Al-Hasan Al-Bashri. (Dikutip terkait menunjukkan kegembiraan atas kebaikan orang lain).
  • Ibnu Hazm, Ali bin Ahmad. (Dikutip terkait orang tua yang membandingkan anak).
  • Ibnu Qudamah Al-Maqdisi. (Dikutip terkait sabar dalam mendidik anak).
  • Ibnul Jauzi, Abdurrahman bin Ali.  Shifatus Shafwah . (Dikutip terkait kisah orang-orang salih sebagai bahan bakar semangat).
  • Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah. (Dikutip terkait doa orang tua sebagai sebab terbukanya pintu keberkahan).
  • Umar bin Khattab RA. (Dikutip terkait mendidik anak sesuai zamannya).

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top